MTs
Selasa, 29 Oktober 2013
Hakikat Haji Yang Mabrur Dan Balasanya
MUKADDIMAH
Haji adalah rukun Islam kelima
dan tidak wajib dilaksanakan kecuali terhadap orang yang sudah memenuhi
syaratnya, yaitu memiliki kemampuan (al-Istithaa-'ah) sebagaimana firman Allah
Ta'ala: "…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…" . (Q.S. ali
'Imran/3: 97).
Berkaitan dengan ayat tersebut,
terdapat beberapa poin: Pertama, berdasarkan ayat tersebut, para ulama secara
ijma' sepakat bahwa haji merupakan salah satu rukun Islam. Kedua, mereka juga
secara ijma' dan nash menyatakan bahwa haji hanya diwajibkan selama sekali
seumur hidup. Ketiga, Ayat tersebut dijadikan oleh Jumhur ulama sebagai dalil
wajibnya haji. Keempat, para ulama tidak berbeda pendapat mengenai wajibnya haji
bagi orang yang sudah mampu, namun mereka berbeda mengenai penafsiran as-Sabiil
(mengadakan perjalanan) dalam ayat tersebut.
Mengenai poin terakhir ini,
maka kemampuan yang terdapat dalam ayat diatas ada beberapa macam: terkadang
seseorang mampu melakukannya dengan dirinya sendiri, terkadang pula mampu
melakukannya dengan perantaraan orang lain sebagaimana yang telah menjadi
ketetapan di dalam kitab-kitab al-Ahkam (tentang hukum-hukum).
Sedangkan mengenai makna
as-Sabiil, terdapat beberapa penafsiran, yaitu:
• Az-Zaad wa ar-Raahilah (bekal dan kendaraan); riwayat dari
Ibnu 'Umar, Anas, Ibnu 'Abbas
• Memiliki uang sebesar 300 dirham; riwayat lain dari Ibnu
'Abbas
• Az-Zaad wa al-Ba'iir (bekal dan keledai); riwayat lain
dari Ibnu 'Abbas
• Kesehatan jasmani ; riwayat dari 'Ikrimah
Merujuk kepada penafsiran
diatas, setidaknya dapat disimpulkan satu kesamaan, yaitu adanya kemampuan
untuk mengadakan perjalanan dalam melaksanakannya sedangkan bagi yang tidak
memiliki persyaratan itu; maka tidak wajib baginya melakukan haji.
Namun, bila melihat fenomena
yang ada di masyarakat, nampaknya mereka kurang memahami hal ini sehingga ada
sebagian dari mereka yang memaksakan diri untuk melakukan haji meskipun harus
menjual semua harta bendanya alias sepulangnya dari haji nanti dia sudah tidak
memiliki apa-apa lagi.
Fenomena lainnya, nampaknya ada
semacam kultur di kalangan masyarakat tertentu yang seakan mewajibkan
masyarakat tersebut melakukan haji apalagi bila sudah berusia lanjut dan
menanamkan kepada mereka yang berusia lanjut tersebut bahwa bila mereka sudah
melakukan haji dan meninggal di sana, mereka akan masuk surga. Hal ini
menyebabkan banyaknya diantara mereka yang enggan pulang ke tanah air dan
dengan segala upaya bertekad akan tinggal dan meninggal disana padahal mereka
sudah tidak memilik bekal yang cukup dan akibat ketatnya ketentuan kependudukan
di sana, mereka selalu diuber-uber dan terancam dipulangkan secara paksa.
Demikian pula (dan tema inilah
yang ingin kami angkat), terdapat pemahaman yang keliru ataupun kejahilan
terhadap pengertian dari haji yang mabrur. Sebagian kalangan menganggap bahwa
siapa saja yang sudah melaksanakan haji, maka haji yang dilaksanakannya sudah
pasti menjadi haji yang mabrur.
Mengingat fenomena yang ada
tersebut, maka urgen sekali menjelaskan pengertian apa hakikat haji yang mabrur
sekaligus balasan yang akan diterimanya.
Dalam kajian hadits bulanan
kali ini, kami akan memaparkan hadits yang berkaitan dengan tema tersebut. Dan
secara khusus, kami berharap dapat memberikan gambaran yang benar mengenai
pengertian tersebut kepada para calon jema'ah haji yang kebetulan membaca
rubrik ini.
Tentunya, dalam pemaparan
tersebut terdapat beberapa kesalahan dan kekurangan di sana sini, untuk itu
bagi para pembaca yang kebetulan menemukan hal itu kiranya berkenan memberikan
taushiah kepada kami sebagai bahan pertimbangan dan perbaikan pada kajian
selanjutnya.
NASKAH HADITS
Dari Abu Hurairah bahwasanya
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: " 'Umrah -yang satu-
bersama (hingga ke) 'umrah -yang lain- merupakan kaffarat (penghapus dosa) bagi
(dosa yang telah dilakukan) diantara keduanya. Sedangkan haji yang mabrur tidak
ada balasan baginya selain surga ". (H.R. Muslim, no. 2403 dalam kitab
al-Hajj, bab: Fadhl al-Hajj wal 'Umrah wa yaumi 'Arafah )
TAKHRIJ HADITS SECARA GLOBAL
Hadits diatas ditakhrij
(dikeluarkan) oleh :
1. Imam at-Turmuzi dalam kitab al-Hajj , no. 855
2. Imam an-Nasai dalam kitab Manaasik al-Hajj, no. 2575, 2576,
2582
3. Imam Ibnu Majah dalam kitab al-Manaasik, no. 2879
4. Imam Ahmad dalam Baaqi Musnad al-Muktsiriin, no. 7050, 9562,
9569
5. Imam Malik dalam kitab al-Hajj, no. 675
6. Imam ad-Darimi dalam kitab al-Manaasik, no. 1727
PEMBAHASAN HADITS
• Makna Sabda beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam :
" 'Umrah -yang satu-
bersama (hingga ke) 'umrah -yang lain-merupakan kaffarat (penghapus) bagi (dosa
yang telah dilakukan) diantara keduanya"
Imam an-Nawawi dalam syarahnya
terhadap kitab Shahih Muslim, berkaitan dengan makna penggalan hadits diatas,
berkata: "Disini sangat jelas sekali bahwa yang dimaksud adalah keutamaan
'umrah, yaitu menghapus dosa-dosa yang terjadi antara kedua 'umrah tersebut.
Penjelasan tentang dosa-dosa tersebut telah disinggung pada kitab ath-Thaharah
, demikian pula penjelasan tentang bagaimana menyinkronkannya dengan
hadits-hadits tentang kaffarat wudhu' terhadap dosa-dosa tersebut, kaffarat
semua shalat, puasa pada hari 'Arafah dan 'Asyura' ".
Dalam kitab Tuhfah al-Ahwazi
Syarh Sunan at-Turmuzi, Pensyarahnya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
dosa-dosa disini adalah dosa-dosa kecil bukan dosa-dosa besar (Kaba-ir ),
sepertihalnya dalam sabda beliau yang berkaitan dengan keutamaan hari Jum'at,
bahwa Jum'at yang satu bersama (hingga ke) Jum'at yang lainnya merupakan
kaffarat (penghapus) dosa yang telah dilakukan diantara keduanya.
Berkaitan dengan hal yang sama,
Syaikh as-Sindy dalam syarahnya terhadap Sunan Ibni Majah menukil perkataan
Ibnu at-Tin yang menyatakan bahwa huruf (Ila) dalam sabda beliau Shallallâhu
'alaihi wasallam: diatas dapat diartikan dengan (Ma-'a/bersama); jadi, maknanya
'Umrah yang satu bersama 'umrah yang lain… Atau dapat juga diartikan dengan
makna huruf (Ila) itu sendiri dalam kaitannya dengan kaffarat.
Ibnu 'Abd al-Barr mengkhususkan
kaffarat dalam hadits tersebut terhadap dosa-dosa kecil saja, akan tetapi
menurut Syaikh as-Sindy, pendapat ini kurang tepat sebab menjauhi Kaba-ir
(dosa-dosa besar) juga merupakan kaffarat baginya sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah Ta'ala: "Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara
dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat
yang mulia (surga) ". (Q.S. an-Nisa'/4 : 31). Karenanya, timbul
pertanyaan: dosa apa yang dapat dihapus oleh 'umrah?. Jawabannya enteng sebab
orang yang tidak menjauhi dosa-dosa besar, maka dosa-dosa kecilnya dihapus
dengan 'umrah sedangkan orang yang tidak memiliki dosa kecil atau dosa-dosa
kecilnya telah dihapus melalui sebab yang lain, maka posisi 'umrah baginya
disini merupakan sebuah keutamaan.
Imam az-Zarqany dalam kitabnya
Syarh Muwaththa' Malik menyatakan bahwa makna huruf (Ila) dalam sabda beliau
Shallallâhu 'alaihi wasallam:
diatas adalah bermakna (Ma-'a);
Dalam hal ini, pengertiannya sejalan dengan firmanNya Ta'ala dalam ayat :
"Dan jangan kamu makan
harta mereka bersama hartamu" (Q.S. an-Nisa/4:2)
Jadi, maknanya adalah "
'Umrah -yang satu- bersama 'umrah -yang lain- merupakan kaffarat (penghapus)
bagi dosa yang telah dilakukan diantara keduanya ". Huruf ãÇ (Maa) dalam
penggalan hadits tersebut merupakan lafazh yang bersifat umum, maka dari sisi
lafazhnya bermakna penghapusan terhadap semua dosa yang terjadi diantara
keduanya kecuali hal yang sudah dikhususkan oleh dalil tertentu.
Masalah : berapa kali 'umrah
boleh dilakukan?
Para pendukung mazhab
asy-Syafi'i dan Jumhur ulama berpegang kepada hadits ini mengenai dianjurkannya
melakukan 'umrah berkali-kali dalam satu tahun.
Sedangkan Imam Malik dan
sebagian shahabatnya menyatakan bahwa melakukannya lebih dari satu kali adalah
makruh.
Al-Qadhi, ('Iyadh-red) berkata:
'ulama yang lain berkata:" tidak boleh melakukan 'umrah lebih dari satu
kali".
Masalah : Kapan waktu
dibolehkan atau tidak dibolehkannya 'umrah dilakukan?
Imam an-Nawawi berkata:
"Ketahuilah bahwa sebenarnya waktu melakukan 'umrah berlaku sepanjang
tahun. Jadi, shah dilakukan pada setiap waktunya kecuali bagi orang yang sedang
melakukan haji dimana tidak shah 'umrahnya hingga selesai melakukan haji.
Menurut ulama kami (ulama mazhab asy-Syafi'i-red) tidak makruh hukumnya
dilakukan oleh orang yang sedang berhaji baik pada hari 'Arafah, 'Iedul Adhha,
Hari Tasyriq dan seluruh waktu sepanjang tahunnya. Pendapat semacam ini
dikemukakan oleh Imam Malik, Ahmad dan Jumhur Ulama...".
Sedangkan Abu Hanifah
berpendapat bahwa 'umrah tersebut makruh dilakukan pada lima hari; hari
'Arafah, hari an-Nahr (Qurban) dan hari-hari Tasyriq (tiga hari).
Abu Yusuf, shahabat Abu Hanifah
berkata: "Makruh dilakukan pada empat hari; hari 'Arafah dan hari-hari
Tasyriq (tiga hari)".
Masalah : Apakah 'umrah itu
wajib hukumnya?
Para ulama berbeda pendapat
mengenai wajibnya 'umrah:
o Mazhab asy-Syafi'i dan Jumhur menyatakan hukumnya wajib.
Demikian pula 'Umar, Ibnu 'Abbas, Thawus, 'Atha', Ibnu al-Musayyab, Sa'id bin
Jubair, al-Hasan al-Bashri, Masruq, Ibnu Sirin, asy-Sya'bi, Abu Burdah bin Abu
Musa al-Asy'ari, 'Abdullah bin Syaddad, ats-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Abu 'Ubaid
dan Daud.
o Imam Malik, Abu Hanifah dan Abu Tsaur menyatakan hukumnya
sunnah bukan wajib. Pendapat seperti ini dihikayatkan juga dari Imam
an-Nakha'i.
• Makna Sabda beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam :
" Sedangkan haji yang
mabrur tidak ada balasan baginya selain surga"
Menurut Imam an-Nawawi dan
Syaikh as-Sindy, pendapat yang paling shahih dan masyhur adalah bahwa makna
Mabrur disini; sesuatu yang tidak terkontaminasi oleh dosa. Yakni diambil dari
kata al-Birr yang maknanya adalah ath-Thaa'ah (keta'atan).
Ada yang berpendapat maknanya
adalah al-Maqbul (haji yang diterima).
Ada lagi pendapat yang
mengatakan bahwa maknanya adalah haji yang tidak dilakukan karena riya'.
Pendapat lainnya lagi; maknanya
adalah haji yang tidak disudahi dengan perbuatan maksiat.
Kedua pendapat terakhir ini
masuk dalam kategori makna sebelumnya.
Imam al-'Iyni berkata -
mengenai makna sabda beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam:' Haji yang mabrur' -
; " berkata Ibnu Khalawaih: al-Mabrur artinya al-Maqbul (yang diterima).
Berkata selain beliau: ' (maknanya adalah) Haji yang tidak terkontaminasi oleh
sesuatu dosa. Pendapat ini didukung oleh Imam an-Nawawi..".
Imam al-Qurthubi berkata:
"pendapat-pendapat seputar penafsirannya hampir mendekati maknanya satu
sama lain, yaitu haji yang dilaksanakan tersebut memenuhi hukum-hukum yang
berkaitan dengannya dan manakala dituntut dari seorang Mukallaf (orang yang
dibebani perintah syara') agar melakukannya secara sempurna, hajinya tersebut
kemudian menempati posisi tertentu".
Dalam syarahnya terhadap kitab
Muwaththa Malik, Imam az-Zarqany menyatakan bahwa makna sabda beliau
Shallallâhu 'alaihi wasallam : "dan haji yang mabrur" ; dapat berarti
bahwa orang yang melakukan haji tersebut mengimplementasikan perbuatannya
setelah itu ke jalan kebajikan (karena kata Mabrur diambil dari kata al-Birr
yang artinya kebajikan-red).
Sedangkan makna sabda beliau
Shallallâhu 'alaihi wasallam: "tidak ada balasan baginya selain
surga" ; menurut Imam an-Nawawi adalah bahwa balasan bagi orang yang
melakukannya tidak hanya sebatas terhapusnya sebagian dosa-dosanya akan tetapi
dia pasti masuk surga. Wallaahu a'lam ".
Selanjutnya, Imam az-Zarqany
menyatakan bahwa Rasulullah menyebutkan dan menjanjikan bahwa tidak ada balasan
bagi orang yang hajinya mabrur selain surga, dan menegaskan bahwa yang selain
itu (surga) bukan merupakan balasannya meskipun balasan dari 'umrah dan
perbuatan-perbuatan kebajikan lainnya adalah terhapusnya dosa-dosa dan
kesalahan; hal itu, lantaran balasan bagi pelakunya itu hanya berupa
penghapusan terhadap sebagian dosa-dosanya saja. Oleh sebab itu, hal tersebut
pasti menggiringnya masuk ke dalam surga.
Syaikh as-Sindy berkata,
berkaitan dengan pengecualian dalam sabda beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam :
"..selain surga" : "bahwa pengecualian ini maksudnya adalah dari
sisi prinsipnya saja sebab bila tidak, sebenarnya syarat masuk ke surga itu
cukup dengan iman. Jadi, konsekuensinya adalah diampuninya seluruh dosa-dosanya
baik dosa-dosa kecil ataupun dosa-dosa besarnya bahkan yang terdahulu dan yang
akan datang".
Tanda-Tanda diterimanya haji
(haji yang mabrur)
Imam an-Nawawi berkata:
"Diantara tanda-tanda diterimanya adalah bahwa sepulangnya dari haji,
orang tersebut menjadi lebih baik dari sebelum-sebelumnya dan tidak mengulangi
lagi perbuatan-perbuatan maksiat yang pernah dilakukannya". Hal senada
juga diungkapkan oleh Imam Syaikh as-Sindy dalam syarahnya terhadap hadits ini.
Bahan bacaan:
1. Al-Mu'jam al-Mufahris Li alfaazh al-Qur'an al-Karim karya
Muhammad Fuad 'Abdul Baqi
2. Kitab Tafsir al-Qur'an al-'Azhim karya Ibnu Katsir
3. Kitab Syarh Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi
4. Kitab Tuhfatul Ahwazi Syarh Sunan at-Turmuzi karya Syaikh
'Abdul 'Azhim al-Mubarakfury
5. Kitab Syarh Sunan Ibni Majah karya Syaikh as-Sindy
6. Kitab al-Muntaqa Syarh Muwaththa' Malik karya Imam
az-Zarqany
Wanita memiliki Kekurangan Akal
Penelitian Islam tentang Mukjizatnya Sabda Rasulullah tentang Wanita
Oleh : Aziz Muhammad Abu Kholaf , Peneliti Islami.
Begitu
banyak tuduhan-tuduhan negatif yang ditujukan kepada Islam, bahwa Islam tidak
menghormati hak asasi perempuan (HAP), sehingga akhirnya pun banyak diadakan
seminar-seminar, diskusi-diskusi, program-program "pemberdayaan" di
berbagai tempat untuk mengusung tema ini. Dan tema yang diusung adalah seputar
"Akal perempuan dan pandangan Islam tentang kurangnya akal
perempuan".
Dan
ini bisa dibuktikan dengan adanya hadits sah dari Rasulullah -yang termaktub di
dalam shahihain, Bukhari dan Muslim- bahwasannya perempuan akalnya kurang.
Maka, apakah yang akan mereka katakan bahwa itu adalah benar memang adanya? Dan
apakah para perempuan memang memiliki akal yang kurang ? Dan apakah Rasulullah
mensifati perempuan dengan sidat itu memang demikian maksudnya, ataukah justeru
maksudnya kebalikan dari itu?
Hadits
Kurangnya Akal Perempuan
Imam
Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:
Wahai wanita yang beriman seluruhnya, bershadaqahlah kalian semua, dan perbanyaklah kalian beristighfar, karena aku telah melihat bahwa mayoritas penghuni neraka adalah dari kalangan kalian". Maka seorang wanita pun menyela dan bertanya, "Kenapa kami menjadi penghuni neraka yang terbanyak?" Rasulullah bersabda, "Kalian banyak melaknat, dan kufur nikmat kepada suami-suami kalian, dan aku tidak melihat kelompok manusia yang kurangnya akal dan kurangnya agama kecuali dari kalian". Bertanya seorang wanita tadi, "Wahai Rasulullah, Apa kurang akalnya dankurang agamanya perempuan ?" Maka bersabdalah Rasulullah, "Adapun kurang akalnya perempuan adalah karena kesaksian dua orang perempuan sama dengan kesaksian seorang laki-laki, dan ini namanya kurang akalnya perempuan, dan kalian tidak shalat dan tidak puasa Ramadhan ketika datang haidh, dan ini pun kurangnya agama kalian, dan kalian mengingkari hak-hak suami kalian".
Wahai wanita yang beriman seluruhnya, bershadaqahlah kalian semua, dan perbanyaklah kalian beristighfar, karena aku telah melihat bahwa mayoritas penghuni neraka adalah dari kalangan kalian". Maka seorang wanita pun menyela dan bertanya, "Kenapa kami menjadi penghuni neraka yang terbanyak?" Rasulullah bersabda, "Kalian banyak melaknat, dan kufur nikmat kepada suami-suami kalian, dan aku tidak melihat kelompok manusia yang kurangnya akal dan kurangnya agama kecuali dari kalian". Bertanya seorang wanita tadi, "Wahai Rasulullah, Apa kurang akalnya dankurang agamanya perempuan ?" Maka bersabdalah Rasulullah, "Adapun kurang akalnya perempuan adalah karena kesaksian dua orang perempuan sama dengan kesaksian seorang laki-laki, dan ini namanya kurang akalnya perempuan, dan kalian tidak shalat dan tidak puasa Ramadhan ketika datang haidh, dan ini pun kurangnya agama kalian, dan kalian mengingkari hak-hak suami kalian".
Hadits
ini tidaklah mungkin kita fahami tanpa kita korelasikan dengan ayat Al-Qur'an
yang mulia tentang perempuan menjadi saksi. Allah berfirman:
Maka ambilah dua orang laki-laki menjadi saksi, maka jika tidak tidak ada dua orang, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang kalian ridhai agamanya untuk menjadi saksi. Yang demikian itu agar kalau salah seorangnya lupa, maka yang lain mengingatkannya (Q.S. Al-Baqarah: 282)
Maka ambilah dua orang laki-laki menjadi saksi, maka jika tidak tidak ada dua orang, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang kalian ridhai agamanya untuk menjadi saksi. Yang demikian itu agar kalau salah seorangnya lupa, maka yang lain mengingatkannya (Q.S. Al-Baqarah: 282)
Pemahaman
yang salah dari hadits ini:
Terbersit
di dalam perpepsi sebagian orang yang eror dengan senang dan girang menjelekkan
Islam. Mekeka menyimpulkan bahwa kurangnya akal perempuan adalah kurangnya
kemampuan otak, daya fikir perempuan lemah di bandingkan laki-laki, Andai
mereka mau memperhatikan hadits tersebut, tentu mereka akan menemukan
jawabannya, yaitu bahwa salahnya kesimpulan mereka bahkan bertentangan dengan
hadits itu sendiri. Rinciannya adalah sbb.:
1.
Disebutkan
di dalam hadits tersebut tentang adanya seorang perempuan yang menyela
Rasulullah dengan bertanya. Dan orang yang menyela tersebut sebagaimana
penjelasan ulama adalah memiliki akal, fikiran, dan dewasa. Maka bagaimana
mungkin perempuan ia memiliki kurang akal sedangkan pada saat yang sama ia
dewasa dan punya fikiran?
2.
Rasulullah
takjub dengan kemampuan perempuan dan bahwasannya seorang dari mereka bisa
mengungguli seorang laki-laki yang cerdas sekalipun. Maka bagaimana mungkin ia
dikatakan kurang akal padahal mengalahkan kecerdasan seorang laki-laki?
3.
Dialog
tersebut adalah antara Rasulullah dengan wanita muslimah yang terkait dengan
hukum-hukum Islam: kadar kesaksian wanita dan shalat, serta puasa. Lalu, andai
ada seorang wanita kafir lagi cerdas lalu ia pun masuk Islam, apakah ia
tiba-tiba menjadi kurang akalnya ?
Pemahaman-pemahaman
yang demikian adalah karena mengambil sepotong-sepotong nash hadits dan tidak
melihat kepada keseluruhan nash, ia tidak mengkorelasikan antar sebagian nash
dengan sebagian nash lainnya, atau ayat Al-Qur'an. Padahal hadits tersebut
hanya membicarakan tentang alasan kurangnya akal wanita, yaitu bahwa kesaksian
dua orang wanita adalah sama dengan kesakisian seorang laki-laki. Dan ayat
Al-Qur'an pun demikian, yang jika ada seorang perempuan saksi lupa, maka
diingatkan oleh yang lainnya. Dan Al-Qur'an tidak menyatakan bahwa perempuan
lemah akalnya, dan juga tidak menyatakan bahwa dibutuhkannya dua orang saksi
perempuan karena daya fikir wanita lebih lemah daripada daya fikir laki-laki.
Apa
yang dimaksud dengan Daya Fikir dan Akal ?
Daya
fikir adalah aktivitas otak dengan bantuan data empirik sesuai dengan eksperien
dan kecerdasan untuk mendapatkan tujuan, atau mendapatkan hujjah atau
menghilangkan kendala.
Data
empirik adalah sesuatu yang bisa dilihat atau disaksikan dan dibuktikan. Dan
Eksperien adalah pengetahuan yang diperoleh manusia sesuai dengan fakta empirik
dan melalui metodologi ilmiah.
Adapun
kecerdasan adalah gambaran tentang kemampuan dasar otak yang ada pada manusia
yang berbeda-beda tingkatannya. Daya pikir membutuhkan hujah/dalil untuk
membantunya. Dan hal itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan menghilangkan
kendala-kendala dan menghindarkan dari terjerumus dalam kesalahan dengan skill
dan semangat untuk melakukannya.
Penjelasan
tentang batasan daya fikir ini tidak berbeda antara laki-laki atau pun
perempuan. Pun penjelasan ini tidak menunjukkan adanya perbedaan perolehan ilmu
yang terkait dengan penelaahan otak, berfikir, dan belajar antara laki-laki dan
perempuan dari aspek daya pikir dan belajar. Juga, tidak menunjukkan adanya
perbedaan kemampuan otak dan kecerdasan, syaraf otak, cara memperoleh
informasi, serta tidak ada keunggulan pada masing-masingnya kecuali hanya dalam
hal-hal yang mempribadi.
Oleh
karena itu, daya fikir bukanlah kemampuan akal atau kecerdasan semata, bahkan
daya fikir lebih luas dari hal itu, termasuk di dalamnya hal-hal lain yang
berjalan dalam tahapan berfikir ilmiah. Yaitu aktivitas yang terstruktur dan
bukan sederhana. Sebagaimana demikian juga akal dalam perspektif Al-Qur'an dan
Al-Sunnah adalah lebih luas daripada sekedar berfikir. Akan tetapi aktivitas
berfikir yang ditujukan untuk beramal/beraktivitas. Oleh karena itu, kami akan
memberikan catatan tambahan terhadap hadits di atas dengan penjelasan yang
detail. yaitu bahwa kurangnya akal wanita adalah kurang dalam hal
metode/tahapan berfikir ilmiah yang berpengaruh kepada fikiran, dan bukan pada
kemampuan alami fikir itu sendiri atau kemampuan otak sebagaimana anggapan
sebagian besar manusia.
Dimanakah
Mukjizat Rasulullah tentang hadits ini?
Nash-nash
Al-Qur'an dan Al-Sunnah tidak membedakan antara kemampuan akal laki-laki dengan
kemampuan akal perempuan. Hal ini terlihat jelas dalam konteks pembicaraan iman
secara umum, baik perempuan atau pun laki-laki. Ini bila kita kaitkan antara
nash-nash yang membicarakan kecerdasan, kemampuan, pendapat-pendapat yang benar
dari perempuan dalam sejumlah permasalahan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh karena
itu, tidak pernah ada secara ilmiah, adanya perbedaan kemampuan akal wanita
dengan laki-laki. Dan nash Al-Qur'an dan Sunnah tidak bertentangan dengan hal
ini. Maka, yang dimaksud dengan kurang akalnya perempuan sebagaimana yang
disebutkan di dalam nash adalah bukan pada kemampuan akal. Sebab aktivitas
berfikir adalah aktivitas yang terpaut dengan hal-hal lain dari kerja syarat,
dan terkandung di dalamnya kemampuan akal, dan hal-hallain semisal data empirik
dan eksperien/pengalaman.
Jika
kita tilik pada ayat di atas, kita kan mendapatkan bahwa alasan dari hal itu
adalah kadar kesaksian: bila lupa diingatkan. Dan lupa atau ingat adalah hal
yang terkait dengan data empirik dan pengalaman. Dan ini sama antara laki-laki
atau perempuan. Akan tetapi perempuan memiliki kekhususan-kekhususan, dimana ia
banyak mengalami keadaan yang berbeda-beda "banyak mengalami siklus
hidup", seperti siklus yang berkaitan dengan tubuhnya, perasaannya, dimana
keduanya sangat berpengaruh kepada proses berfikirnya. Ini, bila kita kaitkan
pada hadits tersebut yang berbicara tentang hukum-hukum Islam dalam masyarakat
Muslim, dan wanita dihukumi sesuai tabiat dan kehidupan kesehariannya dalam
masyarakat islami secara lebih khusus dimana pengalamannya lebih sedikit
dibandingkan dengan laki-laki secara umum, apalagi pada moment yang memang
wanita jarang berkecimpung di dalamnya.
Jadi,
kurang akal di sini terkait dengan hal-hal lain, bukan kemampuan akal itu
sendiri, sebagaimana yang difahami kebanyakan orang sehingga ia menghukumi
sesuatu tanpa di landasi dengan analisis atau pemahaman yang benar.
Dan sudah datang masanya bagi mereka untuk kembali kepada pemahaman yang benar ini, dan adil di dalam mensikapi Islam dengan seadil-adilnya. Dan bagi wanita, maka berjalanlah mengikuti nash-nash tersebut dan yakinlah kepada Rabb kalian, yakinlah kepada agama kalian (Islam), dan berbanggalah dengan Islam ini.
Dan sudah datang masanya bagi mereka untuk kembali kepada pemahaman yang benar ini, dan adil di dalam mensikapi Islam dengan seadil-adilnya. Dan bagi wanita, maka berjalanlah mengikuti nash-nash tersebut dan yakinlah kepada Rabb kalian, yakinlah kepada agama kalian (Islam), dan berbanggalah dengan Islam ini.
Penyakit yang Menimpa Perempuan Tidak Berjilbab
Penyakit yang Menimpa Perempuan Tidak Berjilbab
Rasulullah
bersabda, "Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang,
lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk
surga dan tiada mencium semerbak harumnya (HR. Abu Daud)
Rasulullah
bersabda, "Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar
(jilbab) (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)
Penelitian
ilmiah kontemporer telah menemukan bahwasannya perempuan yang tidak berjilbab
atau berpakaian tetapi ketat, atau transparan maka ia akan mengalami berbagai
penyakit kanker ganas di sekujur anggota tubuhnya yang terbuka, apa lagi gadis
ataupun putri-putri yang mengenakan pakaian ketat-ketat. Majalah kedokteran
Inggris melansir hasil penelitian ilmiah ini dengan mengutip beberapa fakta,
diantaranya bahwasanya kanker ganas milanoma pada usia dini, dan semakin
bertambah dan menyebar sampai di kaki. Dan sebab utama penyakit kanker ganas
ini adalah pakaian ketat yang dikenakan oleh putri-putri di terik matahari,
dalam waktu yang panjang setelah bertahun-tahun. dan kaos kaki nilon yang
mereka kenakan tidak sedikitpun bermanfaat didalam menjaga kaki mereka dari
kanker ganas. Dan sungguh Majalah kedokteran Inggris tersebut telah pun telah
melakukan polling tentang penyakit milanoma ini, dan seolah keadaan mereka
mirip dengan keadaan orang-orang pendurhaka (orang-orang kafir Arab) yang di
da'wahi oleh Rasulullah. Tentang hal ini Allah berfirman:
وإذ قالوا اللهم إن كان هذا هو الحق من
عندك فأمطر علينا حجارة من السماء أو ائتنا بعذاب أليم (الأنفال: 32)
Dan
ingatlah ketika mereka katakan: Ya Allah andai hal ini (Al-Qur'an) adalah benar
dari sisimu maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah
kepada kami azab yang pedih ( Q.S. Al-Anfaal:32)
Dan
sungguh telah datang azab yang pedih ataupun yang lebih ringan dari hal itu,
yaitu kanker ganas, dimana kanker itu adalah seganas-ganasnya kanker dari
berbagai kanker. Dan penyakit ini merupakan akibat dari sengatan matahari yang
mengandung ultraviolet dalam waktu yang panjang disekujur pakaian yang ketat,
pakaian pantai (yang biasa dipakai orang-orang kafir ketika di pantai dan
berjemur di sana) yang mereka kenakan. Dan penyakit ini terkadang mengenai
seluruh tubuh dan dengan kadar yang berbeda-beda. Yang muncul pertama kali
adalah seperti bulatan berwarna hitam agak lebar. Dan terkadang berupa bulatan
kecil saja, kebanyakan di daerah kaki atau betis, dan terkadang di daerah
sekitar mata; kemudian menyebar ke seluruh bagian tubuh disertai pertumbuhan di
daerah-daerah yang biasa terlihat, pertautan limpa (daerah di atas paha), dan
menyerang darah, dan menetap di hati serta merusaknya.
Terkadang
juga menetap di sekujur tubuh, diantaranya: tulang, dan bagian dalam dada dan
perut karena adanya dua ginjal, sampai menyebabkan air kencing berwarna hitam
karena rusaknya ginjal akibat serangan penyakit kanker ganas ini. Dan terkadang
juga menyerang janin di dalam rahim ibu yang sedang mengandung. Orang yang menderita
kanker ganas ini tidak akan hidup lama, sebagaimana obat luka sebagai
kesempatan untuk sembuh untuk semua jenis kanker (selain kanker ganas ini),
dimana obat-obatan ini belum bisa mengobati kanker ganas ini.
Dari
sini, kita mengetahui hikmah yang agung anatomi tubuh manusia di dalam
perspektif Islam tentang perempuan-perempuan yang melanggar batas-batas
syari'at. yaitu bahwa model pakaian perempuan yang benar adalah yang menutupi
seluruh tubuhnya, tidak ketat, tidak transparan, kecuali wajah dan telapak
tangan. Dan sungguh semakin jelaslah bahwa pakaian yang sederhana dan sopan
adalah upaya preventif yang paling bagus agar tidak terkena "adzab
dunia" seperti penyakit tersebut di atas, apalagi adzab akhirat yang jauh
lebih dahsyat dan pedih. Kemudian, apakah setelah adanya kesaksian dari ilmu
pengetahuan kontemporer ini -padahal sudah ada penegasan hukum syari'at yang
bijak sejak 14 abad silam- kita akan tetap tidak berpakaian yang baik (jilbab),
bahkan malah tetap bertabarruj???
( Sumber: Al-I'jaaz Al-Ilmiy
fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah, Oleh :Muhammad Kamil Abd Al-Shomad )
Langganan:
Postingan (Atom)